Madika, Palu – PT Vale Indonesia Tbk (IDX: INCO) mencatatkan produksi nikel dalam matte sebesar 17.027 metrik ton pada kuartal pertama 2025 (1T25), turun sekitar 8% dari kuartal sebelumnya (4T24) dan 6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan ini terjadi akibat gangguan tak terduga pada salah satu tanur listrik yang mengalami kerusakan sistem elektroda.

Wakil Presiden Direktur sekaligus Chief Operation and Infrastructure Officer PT Vale, Abu Ashar, menjelaskan bahwa perusahaan memanfaatkan situasi tersebut untuk mempercepat jadwal pemeliharaan dari kuartal ketiga ke kuartal pertama.

“Kami mengambil langkah strategis agar operasi tetap selaras pada kuartal-kuartal berikutnya. Meski menghadapi tantangan teknis, kami tetap fokus pada inovasi dan efisiensi demi hasil yang lebih baik di masa depan,” ujar Abu Ashar.

Selama periode ini, PT Vale mengirimkan 17.096 ton nikel matte dengan nilai penjualan sebesar US$206,5 juta. Angka tersebut menurun dari US$241,8 juta pada 4T24, seiring turunnya volume pengiriman dan harga rata-rata nikel yang mencapai US$11.932 per ton—lebih rendah 5% dari kuartal sebelumnya dan turun 6% dari 1T24.

BACA JUGA  Pasar Murah Kejari Palu: Bayar Rp5.000, Dapat Paket Minyak dan Gula Pasir

Menariknya, PT Vale mulai menjual bijih saprolit secara komersial untuk pertama kalinya. Sekitar 80.000 ton bijih saprolit dijual kepada pembeli dalam negeri. Langkah ini membuka peluang pertumbuhan baru dan menambah diversifikasi pendapatan. Perseroan menargetkan penjualan hingga 290.000 ton pada semester pertama 2025, menyusul persetujuan RKAB akhir tahun lalu.

Di sisi efisiensi biaya, PT Vale mencatat penurunan Biaya Pendapatan sebesar 13% dari kuartal sebelumnya menjadi US$187 juta, serta 11% lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.

Perusahaan mengklaim efisiensi ini berasal dari strategi pengadaan material dalam skala besar serta dampak positif dari penurunan harga komoditas.

EBITDA perusahaan pada kuartal ini tercatat sebesar US$51,7 juta, sedikit turun dari US$54,1 juta pada 4T24. Meskipun begitu, PT Vale berhasil mencetak laba bersih sebesar US$21,8 juta.

BACA JUGA  Sulawesi Jadi Episentrum Hilirisasi Nikel, PT Vale Gandeng Unhas dan Huayou

Penggunaan energi seperti HSFO dan batubara ikut menurun seiring produksi yang lebih rendah. Konsumsi HSFO tercatat sebanyak 319.536 barel, menurun dari 336.513 barel pada kuartal sebelumnya.

Harga rata-rata HSFO juga turun 3% menjadi US$84,64 per barel. Konsumsi batubara turun menjadi 118.018 ton dengan harga rata-rata sebesar US$161,49 per ton, atau turun 11% dari kuartal sebelumnya.

Sementara itu, konsumsi diesel naik menjadi 18.614 kiloliter dengan harga rata-rata US$0,79 per liter, dipengaruhi penerapan B40.

Penurunan harga batubara dinilai sebagai hasil dari efisiensi strategi pengadaan yang baru, yang diharapkan dapat terus mendukung biaya energi di kuartal mendatang.

Dengan komposisi biaya energi yang lebih efisien, biaya penjualan tunai per unit turun menjadi US$8.501 per ton, lebih baik dibandingkan US$8.978 per ton pada 4T24.

BACA JUGA  Disperindag Kota Palu Kembali Gelar Pasar Murah Jelang Idul Adha

Saat ini, PT Vale tengah menyusun revisi RKAB untuk memperoleh tambahan 2 juta ton bijih saprolit dari blok Bahodopi. Perusahaan menargetkan operasi bisa dimulai lebih awal, antara akhir kuartal kedua hingga awal kuartal ketiga 2025.

Selama kuartal pertama 2025, PT Vale mengalokasikan belanja modal sebesar US$128,1 juta untuk pengembangan proyek dan keberlanjutan. Hingga 31 Maret 2025, kas dan setara kas tercatat sebesar US$601,4 juta, turun 11% dibandingkan posisi akhir tahun 2024.

Manajemen berkomitmen untuk terus menjaga likuiditas dengan pengelolaan kas yang hati-hati, seiring upaya memperluas basis pendapatan dan efisiensi biaya di tengah fluktuasi pasar global