Madika, Jakarta – Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sulawesi Tengah terus mendorong promosi kain lokal ke kancah nasional. Pada ajang Rehearsal BTN Fashion Week Ronakultura di Jakarta, Sabtu (31/5/2025), Dekranasda Sulteng memperkenalkan kain tenun khas Donggala, Batik Bomba, sebagai bagian dari identitas budaya daerah.

Dekranasda menggandeng desainer asal Sulteng yang kini menetap di Jakarta, Febry Ferry Fabry (FFF), untuk menampilkan koleksi bertema “Asmara” yang juga menandai satu dekade perjalanan brand FFF di dunia mode.

Ketua Dekranasda Sulawesi Tengah, Sry Nirwanti Bahasoan, hadir langsung mendampingi penampilan tersebut. Ia menilai kolaborasi ini membuka ruang baru bagi kain tradisional agar bisa diterima lebih luas, terutama oleh generasi muda.

BACA JUGA  Perusahaan Harus Prioritaskan Tenaga Kerja Lokal

“Kami sangat mendukung karya FFF. Desainnya sederhana, santai, dan cocok dipakai saat ke mal, jalan-jalan, atau nongkrong. Anak muda jadi tidak canggung mengenakan tenun,” ungkap Sry Nirwanti.

Ia menegaskan, Dekranasda berkomitmen penuh mendukung pengrajin dan pelaku UMKM kain tenun di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Menurutnya, Provinsi Sulteng memiliki kekayaan tekstil seperti tenun ikat, tenun supi, hingga motif khas seperti Bomba yang kini mulai mendapat panggung nasional.

“Motif Bomba bukan hanya indah, tapi juga penuh makna. Kami ingin terus membawa kain-kain ini tampil, tidak hanya di panggung nasional, tapi juga internasional,” tegasnya.

BACA JUGA  COVID-19 SULTENG: Pasien Meninggal Tembus 1.635 Jiwa

Desainer Febry Ferry Fabry menyambut antusias kolaborasi ini. Ia mengaku bangga bisa kembali membawakan tenun Sulteng di Jakarta, khususnya motif Bomba yang selalu menjadi inspirasi karyanya.

“Tema Asmara ini bagian dari perayaan 10 tahun FFF. Kami tetap konsisten memakai tenun ikat Donggala, dan kali ini menonjolkan motif bunga atau Bomba. Desainnya kami sesuaikan agar simpel, elegan, dan bisa dikenakan siapa saja,” jelas Ferry.

Melalui karya tersebut, Ferry ingin menjadikan kain tenun sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat modern, bukan sekadar pakaian adat atau formalitas budaya.

BACA JUGA  FKUB Sulteng Gencarkan Moderasi Beragama di Parigi Moutong