DPRD Sulteng Desak Penegakan Hukum atas Pertambangan Ilegal di Parigi Moutong
Madika, Palu – Wakil Ketua I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Aristan, memimpin rapat dengar pendapat (RDP) gabungan Komisi II dan III membahas hasil temuan lapangan Komisi III terkait aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Parigi Moutong.
Rapat ini digelar usai Aristan bersama Ketua DPRD menyelesaikan rapat paripurna penetapan tiga raperda menjadi perda, Senin (29/9/2025).
RDP tersebut dihadiri Wakil Bupati Parigi Moutong Abdul Sahid, Ketua Komisi III Hj. Arnila, perwakilan Komisi II Hendri Kusuma, anggota Komisi III, serta sejumlah perwakilan dari Dinas ESDM Provinsi, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dan Parigi Moutong, Dinas Kehutanan, Dinas Koperasi, dan beberapa koperasi pertambangan yang tengah mengajukan izin operasi.
Dalam rapat tersebut, peserta membahas secara mendalam hasil kunjungan lapangan Komisi III terkait aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah Desa Buranga, Desa Air Panas, dan Desa Kayuboko. Dari hasil pembahasan, rapat menghasilkan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi penting.
Pertama, koperasi yang telah memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah meliputi Koperasi Sina Jaya Mandiri, Koperasi Sina Maju Bersaudara, Koperasi Buranga Baru Indah, Koperasi Produsen Cahaya Sukses Kayuboko, Koperasi Produsen Kayuboko Rakyat Sejahtera, dan Koperasi Produsen Sinar Emas Kayuboko.
Namun, Aristan menegaskan, kepemilikan IPR tidak otomatis memberi hak kepada koperasi untuk melakukan aktivitas tambang di blok pertambangan wilayah tersebut.
“Koperasi harus terlebih dahulu memiliki persetujuan lingkungan dari Pemda Sulteng serta melengkapi dokumen teknis dan dokumen lingkungan hidup, termasuk rencana tambang dan pascatambang,” ujarnya.
Selain itu, wilayah pertambangan rakyat (WPR) harus termuat dalam Perda tentang RTRW Kabupaten Parigi Moutong. Rapat juga menyoroti kerusakan lingkungan akibat aktivitas PETI yang merusak hutan, sungai, dan lahan produktif masyarakat. Dampak lanjutan dari aktivitas ilegal ini dinilai mengancam ketahanan pangan daerah dan menimbulkan kerawanan sosial ekonomi.
“Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan PETI berpotensi mengganggu wilayah lumbung pangan masyarakat setempat dan harus segera ditangani dengan langkah penegakan hukum dan pemulihan lingkungan yang terpadu,” demikian salah satu poin rekomendasi rapat.
Rapat juga menegaskan pentingnya koordinasi lintas sektor antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, OPD terkait, inspektur tambang, dan aparat penegak hukum untuk menghentikan aktivitas pertambangan ilegal sekaligus mencegah kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan dampak sosial lainnya.
Dalam kesimpulannya, DPRD merekomendasikan agar koperasi segera melengkapi seluruh dokumen teknis dan lingkungan hingga IPR resmi diterbitkan. Pemerintah Provinsi Sulteng diminta memperkuat pembinaan, pengawasan, dan bantuan teknis, sementara Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong diharapkan segera menyelesaikan revisi Perda RTRW yang mengakomodasi WPR dengan mempertimbangkan keberlanjutan wilayah lumbung pangan masyarakat.
Selain itu, DPRD juga mendorong percepatan pembentukan produk hukum daerah mengenai Iuran Pertambangan Rakyat (IPERA) guna mengoptimalkan pendapatan daerah dan memperkuat tata kelola pertambangan rakyat yang berkelanjutan.
“Semoga hasil rapat dengar pendapat ini menjadi langkah nyata dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait aktivitas pertambangan dan pembangunan di Kabupaten Parigi Moutong,” tutup Aristan.

Tinggalkan Balasan