Madika, – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan negara-negara di dunia akan ancaman nyata .

Dwikorita mendorong seluruh masyarakat untuk berkolaborasi mengatasi permasalahan lingkungan, atas ancaman nyata dari yang terjadi saat ini.

mengancam seluruh negara. Tidak peduli kondisi negaranya, baik negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil semuanya mengalami bencana bahkan multi bencana ,” kata Dwikorita dalam Lokakarya bertajuk ‘International Workshop on Climate Variability and Climate Services', di Bali, baru-baru ini.

Dwikorita juga menyoroti pentingnya keterkaitan antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim. Output dari layanan ini dibutuhkan bersandingan dengan assessment sains yang dilakukan oleh Intergovernmental (IPCC) untuk meningkatkan pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah, isu-isu iklim, dan keadilan iklim.

BACA JUGA  Wali Kota Palu Terima Penghargaan Kepala Daerah Pendukung Pengelolaan Zakat Terbaik

Menurutnya, sains dan IPCC tidak dapat bekerja secara optimal tanpa dukungan dari layanan iklim, berdasarkan pengamatan sistematis dan berkelanjutan institusi seperti BMKG, yang saat ini berada di bawah naungan World Meteorological Organization (MWO).

Sehingga, output dari layanan ini dibutuhkan untuk melengkapi kajian yang dilakukan oleh IPCC untuk meningkatkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu iklim dan keadilan iklim.

“Oleh karena itu, kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita,” ujarnya.

BMKG sendiri, lanjut Dwikorita, telah mengambil peranan penting dalam mendorong layanan informasi iklim berdasarkan ilmu pengetahun dan kebijakan hukum untuk mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.

BACA JUGA  Peduli Bencana, Pordasi Sulteng Bantu Korban Banjir di Desa Rogo

Dwikorita juga menyampaikan dampak perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara tanpa terkecuali. Dicontohkan Dwikorita adalah fenomena El Nino dan La Nina yang memicu terjadinya bencana .

Dalam laporan (WMO), ditegaskan bahwa laju perubahan iklim di dunia menganggu seluruh sektor kehidupan utamanya adalah perekonomian sebuah negara. Negara maju misalnya, bisa mengalami 60% dari jumlah kejadian bencananya terkait cuaca namun umumnya hanya 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Namun kondisi parah terpotret di negara berkembang yang terdampak 7% dari bencana global namun menyebabkan kerugian 5%-30% dari PDB. Sementara negara kepulauan kecil 20% dari bencana global menyebabkan kerugian hingga 5% dari PDB dan dibeberapa kasus bisa melebihi 100%.

“Kami melihat bahwa cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021,” ujarnya.

BACA JUGA  Harga Beras Naik, Disperindag Kota Palu Sebut Masih Stabil

Kondisi tersebut, menurut Dwikorita adalah masalah yang sangat serius dan menunjukkan ketidakadilan atau tidak adanya kepasitas yang sama di antar negara.

Atas dasar itu, lokakarya internasional ini adalah upaya bagaimana menutup kesenjangan ketidakadilan iklim.

“Hal ini tidak hanya mencakup mengenali tantangan tetapi juga mengidentifikasi potensi keuntungan dalam menghadapi variabilitas iklim dan memanfaatkan jasa layanan iklim dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan,” kata Dwikorita.

Dwikorita berharap lokakarya ini dapat memberikan banyak manfaat, terutama untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan wawasan mengenai topik-topik spesifik seperti ilmu dasar ENSO dan IOD, El Nino 2023, dan dampak kekeringan terhadap sektor dan layanan iklim sektoral.

Penulis : Qila