Dugaan Pungutan Kursus Bahasa Inggris di SMK Negeri 2 Palu Dihentikan Sementara oleh Disdik Sulteng
Madika, Palu – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, melalui Komisi IV berhasil memediasi serta memberi titik terang terkait polemik pungutan kursus bahasa inggris di SMK Negeri 2 Palu.
Rapat yang dipimpin I Nyoman Slamet, Hidayat Pakamundi, dan Marselinus, berlangsung di Ruang gabungan DPRD Sulteng pada Kamis, (24/10/2024).
Dalam pertemuan tersebut, hadir perwakilan siswa, orang tua, serta Kepala SMK Negeri 2 Palu, Loddy Surentu, yang didampingi jajarannya.
Pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Sulteng juga hadir melalui Sekretaris Disdik Asrul Achmad, Kabid Pembinaan SMK Zulfikar Is Paudi, dan Kepala Cabang Dinas Wilayah I Kota Palu dan Sigi, Kristi Aria Pratama.
Perwakilan pendemo, yang dipimpin oleh Guru SMK Negeri 2 Palu, H. Moh. Dalil, menyampaikan dua tuntutan utama, pertama penghentian pungutan kursus bahasa Inggris dan penyelesaian masalah sertifikasi guru.
Dalil menegaskan bahwa pungutan tersebut melanggar aturan dan memberatkan siswa, terutama yang kurang mampu. “Pungutan ini melanggar aturan dan memanfaatkan fasilitas sekolah,” ujar Dalil.
Ia juga mengeluhkan sertifikasi guru yang tertunda karena berkasnya belum ditandatangani oleh Kepala SMK 2 Palu.
Menanggapi hal ini, Loddy Surentu, Kepala SMK 2 Palu, menjelaskan bahwa pungutan kursus bahasa Inggris didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengizinkan partisipasi orang tua dalam pendanaan pendidikan. Namun, ia mengakui adanya kekurangan dalam berkas sertifikasi yang menyebabkan keterlambatan pencairan.
Setelah mendengarkan keluhan tersebut, Sekretaris Disdik Asrul Achmad memutuskan untuk menghentikan sementara kursus bahasa Inggris di SMK Negeri 2 Palu hingga investigasi selesai.
Ia juga menegaskan bahwa tidak boleh ada pungutan selama masa penghentian ini. “Kami minta program kursus ini dihentikan sementara sampai investigasi selesai,” kata Asrul kepada media.
Sementara anggota komisi IV DPRD Sulteng, Marselinus berharap dengan adanya titik temu atas permasalahan ini, tidak ada lagi kesalahan serupa yang terjadi di semua tingkatan pendidikan di Sulawesi Tengah.
“Kita akan kawal terus masalahan ini sampai selesai. Karena ini bukan hanya persoalan pungutan, tetapi penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pihak ketiga yang kemudian mengorbankan mata pelajaran wajib bagi para siswa,” tegas Marselinus.
Sebelumnya, lebih dari 100 guru, siswa, dan orang tua melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sulteng sebagai bentuk protes terhadap pungutan kursus bahasa Inggris yang dinilai memberatkan.
Tinggalkan Balasan