Pemprov Sulteng Genjot Penyelesaian Sengketa Lahan, Petani Desa Bunta Dapat Harapan Baru
Madika, Morut – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah terus mendorong penyelesaian sengketa lahan antara warga dengan PT ANA. Salah satu langkah konkret yang mereka ambil adalah melepaskan sekitar 282 hektar lahan di Desa Bunta.
Lahan ini sebelumnya dikelola PT ANA, tetapi kini dikembalikan kepada para petani. Kebijakan ini tercantum dalam Surat Gubernur Nomor 500.801/235/Ro.Hukum, yang mengatur pelepasan lahan perkebunan PT ANA di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut).
PT ANA sendiri mengakui hanya memiliki izin produksi, tanpa izin Hak Guna Usaha (HGU). Sebelumnya, izin lokasi perusahaan ini berlaku hingga tahun 2014. Namun, aturan baru mewajibkan perusahaan memiliki HGU untuk bisa tetap beroperasi.
PT ANA sebenarnya bisa mengurus HGU, tapi syarat utamanya adalah konflik dengan warga harus selesai terlebih dulu. Selama konflik masih ada, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak akan memproses pengajuan HGU mereka.
Peraturan baru ini mengategorikan kebun tanpa HGU sebagai kebun bermasalah. Akibatnya, PT ANA kini berhadapan dengan konflik di beberapa desa, termasuk Desa Bunta, Desa Tompira, Desa Bungintimbe, Desa Towara, dan Desa Malino yang semuanya berada di Kecamatan Petasia Timur.
Pada tahun 2016, Pemprov mulai memverifikasi lahan bermasalah untuk mempercepat penyelesaian konflik. Namun, PT ANA masih belum bisa mengurus HGU karena sengketa dengan warga belum juga tuntas.
Saat ini, proses pelepasan lahan seluas 282 hektar di Desa Bunta sedang berjalan. Sementara itu, Desa Bungintimbe sedang menjalani reverifikasi untuk lahan seluas 659 hektar. Untuk Desa Tompira, Desa Towara, dan Desa Malino, proses reverifikasi data masih menunggu giliran.
Pemprov Sulawesi Tengah menggandeng banyak pihak untuk menyelesaikan konflik ini. Selain pemerintah kabupaten dan kepala desa, warga, PT ANA, serikat pekerja Petani Petasia Timur, serta FRAS Sulteng juga ikut terlibat dalam proses ini.
Koordinator warga lingkar sawit, Arsad, berharap konflik ini bisa segera selesai agar tidak terus berlarut-larut. Dia menekankan pentingnya kejujuran semua pihak untuk menghindari aksi saling klaim dan pencurian buah sawit.
“Kami ingin wilayah kami aman dan maju,” kata Arsad. Dia juga meminta calon kepala daerah yang meminta suara petani untuk mendengar dan memperhatikan harapan warga.
Warga Desa Bunta dan desa-desa lain berharap sengketa lahan ini bisa selesai secara adil dan transparan, demi kesejahteraan bersama.
Tinggalkan Balasan