Pelaku Kekerasan Seksual yang Berkedok Ustad Harus Diproses Cepat
Madika, Palu – Seorang pria yang dikenal sebagai ustad ngaji di Kota Palu diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Aksi bejat tersebut terungkap dan beredar luas di media sosial, yang diduga terjadi di kawasan Jalan Banteng.
Anggota DPRD Kota Palu, Mutmainah Korona, mengecam keras perbuatan pelaku dan mendesak aparat kepolisian untuk memberikan penanganan khusus terhadap kasus ini.
Ia menilai bahwa status korban yang masih anak-anak membuat penerapan pasal harus mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Pelaku kekerasan seksual berkedok ustad ngaji sebaiknya diberi penanganan khusus oleh Polresta. Apalagi saya mendengar korbannya masih berusia anak. Maka, ada undang-undang berlapis yang harus diterapkan,” tegas Mutmainah.
Ia juga menyoroti pentingnya percepatan proses hukum hingga tahap P21, termasuk penyelesaian pembuktian melalui visum sebagai dasar yang sah atas dugaan kekerasan seksual.
“Proses pemeriksaan sampai P21 harus dipercepat, dengan pembuktian visum dan lainnya sebagai dasar pembuktian atas kekerasan seksual yang dialami oleh korban,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Mutmainah menyebut tindakan pelaku sebagai bentuk pengkhianatan moral, terutama karena pelaku dikenal sebagai pengajar agama. Ia meminta masyarakat dan media untuk tidak lagi menyebut pelaku dengan sebutan “ustad”.
“Saya paling benci orang seperti itu. Katanya mengajarkan Al-Qur’an, ternyata dialah orang yang paling bejat. Mohon stop memanggilnya ustad, karena sebutan itu untuk orang yang mulia, bukan pelaku kejahatan seksual seperti ini,” tegasnya.
Mutmainah menekankan bahwa korban berhak mendapatkan akses keadilan secara menyeluruh dan layak didampingi untuk mengatasi trauma mendalam akibat peristiwa ini.
“Korban pasti mengalami traumatik yang sangat berat karena pelaku adalah orang yang seharusnya melindunginya. Saya akan ikut mengawal kasus ini sampai tuntas,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak menyebarluaskan identitas korban, terutama melalui video atau media sosial, karena korban masih berstatus anak di bawah umur dan dilindungi oleh hukum.
“Saya mohon siapa saja yang mem-publish video tentang kasus ini untuk tidak memperjelas nama atau identitas korban. Ini adalah hak anak yang wajib dilindungi,” pungkas Mutmainah.
Tinggalkan Balasan