Madika, Palu – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menemui langsung aksi demonstrasi Aliansi Masyarakat Desa Loli Oge usai salat Dzuhur di Masjid Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Senin (29/12/2025).

Warga menuntut pencabutan izin tambang batuan mineral yang dinilai merampas ruang hidup dan melanggar hak atas tanah masyarakat.

Perwakilan warga menegaskan tidak pernah memberikan persetujuan atas aktivitas pertambangan di wilayah Desa Loli Oge.

Menurut warga, klaim persetujuan yang beredar hanya bersumber dari aparat desa dan tidak pernah diputuskan melalui musyawarah warga.

Dalam aksi tersebut, warga menyampaikan tujuh tuntutan utama. Warga menolak tambang mineral baru, mendesak pengusutan dugaan mafia tanah yang melibatkan oknum aparat desa, serta menuntut pengungkapan kasus penjualan lahan tanpa persetujuan pemilik sah.

Warga juga meminta pemerintah desa mendata seluruh pemilik lahan untuk penerbitan pengantar Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT), membuka secara transparan penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR), serta mengevaluasi kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Loli Oge.

BACA JUGA  Resmi Berganti, Irjen Pol Endi Sutendi Pimpin Polda Sulteng

Selain itu, warga menuntut klarifikasi pembangunan pondasi oleh PT Wadi Al Aini Membangun yang diduga berdiri di atas jalan desa tanpa sosialisasi.

Warga menyayangkan pelaporan ke polisi terhadap warga dan meminta penyelesaian dilakukan melalui mekanisme mediasi.

Aliansi Masyarakat Desa Loli Oge menyebutkan bahwa dari tujuh perusahaan tambang yang telah mengantongi izin, hanya satu perusahaan yang melakukan sosialisasi, yakni PT Asia Amanah Mandiri.

Meski warga menyatakan penolakan dan belum ada pelepasan lahan, izin operasional tetap diterbitkan. Total luas konsesi tambang di wilayah tersebut mencapai sekitar 151,30 hektare, yang dikhawatirkan akan menggusur warga dari kampung halaman mereka.

Menanggapi aksi tersebut, Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah melakukan pemetaan awal terhadap persoalan perizinan tambang di Kota Palu dan Kabupaten Donggala.

BACA JUGA  Pengedar Sabu Asal Balaroa Diamankan Polres Sigi

“Kita sudah menginventarisir semua persoalan perizinan tambang, baik di Kota Palu maupun di Donggala,” ujar Anwar Hafid.

Ia menjelaskan bahwa sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kota Palu bertentangan dengan tata ruang karena berada di kawasan permukiman dan taman kota.

Sementara itu, Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Donggala Tahun 2022 menetapkan sebagian wilayah sebagai kawasan pertambangan, yang menjadi dasar terbitnya izin meski bertentangan dengan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

“Dasar terbitnya izin itu adalah perda tata ruang. Karena itu, tata ruang yang bertentangan perlu dievaluasi,” katanya.

Dari aspek kehutanan, pemerintah provinsi juga menemukan indikasi sejumlah izin tambang berada di dalam kawasan hutan. Temuan tersebut dinilai berpotensi menjadi dasar pencabutan izin setelah melalui mekanisme hukum yang berlaku.

BACA JUGA  Tanpa Ragu, Gubernur Sulteng Hentikan Permanen Tambang di Kelurahan Tipo

Gubernur menegaskan, keberadaan izin usaha pertambangan tidak menghapus hak perdata masyarakat atas tanah.

“Walaupun ada IUP, kalau itu tanah masyarakat dan tidak ada persetujuan pemiliknya, maka tidak boleh dilakukan penambangan,” tegas Anwar Hafid.

Ia menambahkan bahwa pemerintah provinsi tidak akan menerbitkan Rencana Kerja dan Biaya (RKB) selama masih terdapat hak masyarakat di dalam wilayah izin.

Terkait dugaan penjualan lahan tanpa sepengetahuan pemilik, gubernur menilai hal tersebut sebagai tindak pidana dan meminta masyarakat menempuh jalur hukum.

Aksi demonstrasi berlangsung tertib dan ditutup dengan komitmen warga untuk terus mengawal proses evaluasi izin tambang hingga hak-hak masyarakat benar-benar terlindungi.