Madika, Palu – Hiruk Pikuk Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 sudh mulai terasa. Berbagai tokoh mulai nampak memasang wajah untuk memperkenalkan dan diperkenalkan. Dari yang masih malu-malu hingga yang sudh tampak mendeklarasikan diri sebagai bakal calon Bupati/wakil bupati .

Oleh karena itu, sudah saatnya berbagai pihak yang berkepentingan untuk mulai melakukan penelusuran baik dari rekam jejak dan isi kepala (kapasitas) dari sang calon yang hadir itu. Mengapa demikian? Karena untuk konteks kabupaten dalam kurun waktu terakhir menghadapi 2 kondisi yang cukup serius. Yang pertama : revitalisasi di semua sektor 2018, dan yang kedua : iklim birokrasi yang terwariskan.

Banyak yang berfikir bahwa membangun adalah pekerjaan mudah dan cukup dengan slogan dan teriak-teriak. Menampilkan citra merakyat tapi miskin ide dan kreativitas. Sudah cukuplah kita menyuguhkan selama ini tampilan yang melenakan dan endingnya hanya akan menghasilkan kecewa yang berkepanjangan.

BACA JUGA  Satgas OMB Tinombala Siapkan Pengamanan di Tujuh Lokasi Kampanye Pilgub Sulteng

Kondisi hari ini dan masa yang akan datang tidaklah bisa dipisah begitu saja dengan hadirnya , atau dengan bahasa sederhana bahwa dengan hadirnya calon pemimpin baru akan secara tiba-tiba “simsalabim” dapat merubah total kondisi hari ini.

Tentu hal ini bukanlah sebuah ungkapan pesimistis melainkan lebih realistis, agar para pemangku kepentingan tidak lagi membuat “jualan-politis” yang bombastis.

Sudah terlalu lelah para calon kandidat, pemilih dan parpol dipaksa untuk mengikuti frame berfikir yang sama yaitu elektabilitas dan isi tas, yang akhirnya sudah dapat diprediksi apa yang akan terjadi jika telah mendapat jabatan tersebut. Cobalah semua pihak menggeser paradigma yang lebih menyehatkan dan menghadirkan kontestasi isi kepala (kapasitas) dan rekam jejak prestasi.

dengan segala hiruk pikuknya akan meninggalkan kondisi yang luar biasa berat. Iklim birokrasi, etos kerja non prestasi dan lebih mementingkan relasi akan menjadi pekerjaan berat jika tidak dipahami oleh sang pemimpin baru. Yang dikhawatirkan terjadi jika kelak pemimpin tidak kuat dalam pemahaman, maka dipastikan hanya akan terikut arus dalam lingkar kuasa yang sudah lama menjadi budaya. Bahkan ironinya hanya akan menjadi ajang “balas dendam” lanjutan sebagaimana pendahulu-pendahulunya.

BACA JUGA  Ada Perbedaan Data PL-Koperasi dan UMKM

Kemudian berikutnya yang mesti dipahami pula adalah jabatan 5 tahunan merupakan periodisasi singkat dan memerlukan gerak cepat yang cerdas. Sehingga pemimpin masa depan itu harus berkarakter pemikir kuat dan bertindak cepat. Hal ini tidak lain dikarenakan sang pemimpin masa depan harus lugas menyesuaikan diri dengan ikatan-ikatan peraturan yang membatasi serta ruang gerak yang telah diatur sedemikian rupa dalam UU. Kreativitas dan imajinasi sang pemimpin harus benar-benar dapat terealisasikan dalam langkah kongkrit birokratis yang harus dapat memangkas prosedur berbelit-belit.

Sungguh sangat disayangkan jika sudah hampir 3 kali di Kab. Donggala (sejak tahun 2008) kita tidak pernah mengambil pelajaran untuk perbaikan bersama. Lihatlah daya rusak yang telah ditinggalkan akibat residu Pilkada hingga saat ini, lihatlah bagaimana meninggalkan cerita pilu yang entah kapan akan berlalu.

BACA JUGA  Patroli Dialogis, Upaya Sat Sabhara Cegah Penyebaran Covid-19

Inilah momentum untuk berbenah, Pilkada serentak sejatinya ingin melahirkan pemimpin daerah yang ingin menyelesaikan problem daerahnya, bukan malah menjadi sumber masalah baru yang terwariskan turun temurun. Pilkada janganlah dijadikan hanya seperti ajang pencarian bakat di TV dan di Media . Berfikirlah apa yang akan terjadi jika dia menjadi Bupati atau wakil bupati.

Wallahu a'lam bisshawab.

Penulis : Abdul Rasyid