Madika, Palu – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mencatat sedikitnya tujuh kasus kekerasan, intimidasi, pelecehan, dan pembatasan kerja jurnalistik yang terjadi di Sulawesi Tengah sepanjang tahun 2025. Catatan tersebut disampaikan dalam rilis Catatan Akhir Tahun AJI Kota Palu 2025 yang diterbitkan Selasa (30/12/2025).

AJI Kota Palu menilai berbagai kasus tersebut menunjukkan masih lemahnya komitmen negara dan pemangku kepentingan daerah dalam menghormati kemerdekaan pers sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Kota Palu, Nurdiansyah, menyebut situasi tersebut menjadi alarm serius bagi demokrasi lokal di Sulawesi Tengah.

“Pers masih dipandang sebagai ancaman, bukan mitra publik. Padahal kerja jurnalistik adalah bagian dari kontrol sosial dan kepentingan publik,” tegas Nurdiansyah.

AJI mencatat pelanggaran terhadap kerja jurnalistik sepanjang 2025 tidak hanya berupa intimidasi dan ancaman, tetapi juga pelecehan profesi, penghalangan liputan kegiatan publik, kriminalisasi karya jurnalistik, pengusiran wartawan dari ruang rapat, hingga pelabelan negatif terhadap kritik media oleh institusi negara.

Kasus pertama terjadi pada 2 Juni 2025 di Kabupaten Sigi. Dua wartawan mengalami pelecehan profesi oleh Kepala Dinas Pendidikan setempat dalam forum resmi Verifikasi Lapangan Hybrid Kabupaten Layak Anak. Pejabat tersebut menyebut hasil dokumentasi wartawan sebagai “abal-abal”.

BACA JUGA  DPRD Mulai Kaji LKPJ Bupati Sigi

Kasus kedua terjadi pada 10 Juni 2025 di Kabupaten Donggala. Sejumlah wartawan dilarang meliput pertemuan antara Bupati Donggala dan ratusan PPPK.

Anggota Satpol PP menahan wartawan di depan ruang pertemuan meski agenda tersebut merupakan kegiatan publik.

Kasus ketiga berupa kriminalisasi pers menimpa Emiliana, wartawati media online Metroluwuk. Setelah memberitakan dugaan penyimpangan distribusi solar subsidi di Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai, pada 12 Juni 2025, Emiliana dipanggil polisi sebagai saksi pada 12 Juli 2025.

Kasus keempat dialami Ikram, jurnalis Media Alkhairaat, yang menerima intimidasi dan ancaman setelah memberitakan aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Poboya, Kota Palu.

Ancaman tersebut diterima melalui pesan WhatsApp dari oknum wartawan dan telah dilaporkan ke Ditressiber Polda Sulawesi Tengah.

BACA JUGA  AJI Palu Kutuk Pengusiran Jurnalis di Rapat Bupati Parigi Moutong

Kasus kelima terjadi pada 6 Oktober 2025 ketika KPID Sulawesi Tengah memanggil TVRI Sulteng untuk klarifikasi pemberitaan dugaan korupsi Perumda Kota Palu. AJI menilai langkah tersebut berpotensi mengganggu independensi redaksi.

Kasus keenam terjadi pada 20 Oktober 2025 di Kabupaten Parigi Moutong. Lima jurnalis diusir dari ruang rapat pembahasan tambang emas ilegal di Desa Kayuboko oleh Wakil Bupati Parigi Moutong dan Kepala Diskominfo, meski agenda rapat bersifat resmi dan menyangkut kepentingan publik.

Kasus ketujuh terjadi pada 22 Desember 2025. Satgas Berani Saber Hoaks (BSH) Sulawesi Tengah melabeli pemberitaan kritik tiga media lokal—Kaili Post, Selebes Media, dan Jurnal News—sebagai “mal-informasi”. AJI menilai pelabelan tersebut sebagai bentuk stigmatisasi terhadap kritik media.

Selain kekerasan terhadap jurnalis, AJI Kota Palu juga menyoroti persoalan kesejahteraan jurnalis. Koordinator Divisi Ketenagakerjaan AJI Kota Palu, Elwin Kandabu, menyampaikan hasil survei upah layak yang menunjukkan sebagian besar jurnalis di Sulawesi Tengah masih menerima upah yang belum layak.

“Upah layak dan perlindungan kerja merupakan fondasi penting bagi terciptanya pers yang independen, profesional, dan berintegritas,” kata Elwin Kandabu.

BACA JUGA  PKB-PAN Palu Bangun Komunikasi Pilwalkot 2024, Nama H. Nanang Diusulkan Bertarung Hadapi Petahana

AJI Kota Palu juga menyoroti profesionalisme jurnalis, khususnya dalam peliputan berperspektif gender. Koordinator Divisi Gender, Anak, dan Kaum Marginal AJI Kota Palu, Nurhayati, menegaskan kebebasan pers harus dijalankan secara bertanggung jawab.

“Pers boleh memberitakan kasus kejahatan asusila, tetapi jangan sampai pemberitaan justru membuat korban mengalami kekerasan berlapis akibat opini negatif yang dibentuk media,” ujarnya.

Berdasarkan catatan tersebut, AJI Kota Palu mengecam segala bentuk kekerasan, intimidasi, kriminalisasi, dan pembatasan kerja jurnalistik di Sulawesi Tengah.

AJI juga mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menghormati serta melindungi kemerdekaan pers sesuai Undang-Undang Pers.

AJI Kota Palu menegaskan kemerdekaan pers merupakan fondasi demokrasi dan berkomitmen untuk terus melakukan advokasi serta penguatan kapasitas jurnalis demi terciptanya iklim pers yang sehat dan berkeadilan di Sulawesi Tengah.