Madika, – Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengadakan sosialisasi mengenai Awareness Resistansi Antimikroba dan Farmakovigilans pada Selasa (19/11/2024).

Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran berbagai pihak terkait ancaman serius resistansi antimikroba serta pentingnya pengawasan farmakovigilans dalam penggunaan obat.

Kepala , I Komang Adi Sujendera, dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menanggulangi resistansi antimikroba yang semakin mengkhawatirkan.

“Resistansi antimikroba dapat menyebabkan infeksi menjadi lebih sulit diobati, meningkatkan risiko kematian, dan mengakibatkan lonjakan biaya perawatan kesehatan,” ungkapnya.

Ia juga menyerukan keterlibatan aktif dari , tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini.

BACA JUGA  Kalla Toyota Hadirkan Beragam Promo dan Event Hiburan di Bazaar Tukar Tambah

Kepala BPOM , Mardianto, turut mengungkapkan keprihatinannya atas meningkatnya kasus resistansi antimikroba. Menurut Mardianto, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan merupakan penyebab utama masalah ini.

“Resistansi antimikroba adalah salah satu tantangan kesehatan global yang paling mendesak saat ini,” jelasnya.

Ia menegaskan perlunya langkah strategis untuk penggunaan antibiotik yang bijak guna mengurangi risiko resistansi.

Dalam acara tersebut, peserta mendapatkan pemaparan dari sejumlah ahli. Amatul Syukra Tampubolon, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya, memaparkan kebijakan pengawasan untuk mencegah resistansi antimikroba, sementara Ahmad Rahmat , Ketua Komite Pengendalian Resistansi Antimikroba RSUD Undata, memberikan wawasan tentang mekanisme resistansi dan langkah-langkah pencegahannya.

BACA JUGA  Lantik Sayap Pemuda Sulteng, Hary Tanoesoedibjo Optimis Perindo Menang di Sulteng

Megrina Dian Agustin, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya, menjelaskan peran penting sistem farmakovigilans dalam memastikan keamanan obat di .

Sementara itu, Rudi Safarudin, akademisi farmasi , memberikan panduan penerapan prinsip farmakovigilans dalam praktik kesehatan.

Sosialisasi ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta, baik secara luring maupun daring, yang terdiri dari berbagai instansi, termasuk perwakilan daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat umum.