Madika, Palu – Aparat Penegak Hukum (APH) dianggap tak berdaya menghadapi aktivitas perendaman material emas di atas lahan Kontrak Karya (KK) PT Citra Palu Minerals, Kelurahan Poboya, .

Padahal, Presiden RI Prabowo Subianto sudah menegaskan sikap tegas terhadap pertambangan ilegal saat meresmikan Pabrik Pemurnian Logam Mulia PT Freeport Indonesia di Gresik, Senin (17/03). Ia menekankan bahwa semua praktik ilegal mining harus ditindak.

Atas dasar itu, advokat sekaligus anggota Individu WALHI Sulteng, Edmond Leonardo Siahaan, mendesak Komisi (KPK) segera mengambil alih kasus ini.

“KPK harus menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat yang sudah masuk ke kejaksaan dan kepolisian, tapi tidak ditindaklanjuti. Selain itu, KPK perlu menghitung potensi kerugian negara akibat ini, sesuai komitmen Presiden Prabowo,” tegas Pendiri LBH Sulawesi Tengah ini, Senin (17/03).

BACA JUGA  Cekcok Soal Tanah, Pria di Sigi Bunuh Adik Sendiri dengan Parang

Edmond juga meminta Sulteng segera berkoordinasi dengan Dirjen Minerba untuk menindaklanjuti surat yang melarang PT Adijaya Karya Makmur (AKM) melakukan perendaman.

bisa turun langsung ke lapangan bersama Kejati dan Kapolda Sulteng sebelum terjadi bencana atau kerugian negara yang lebih besar,” tambahnya.

Edmond menilai kondisi ini ironis karena aktivitas itu terjadi tak jauh dari Mako Polda dan Kantor Sulawesi Tengah, tetapi hingga kini belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM sudah mengeluarkan surat bernomor B-2077/MB.07/DJB.T/2024 pada 18 November 2024. Surat ini dengan jelas melarang melakukan pengolahan dan pemurnian emas lewat metode perendaman atau heap leach.

BACA JUGA  Ditresnarkoba Polda Sulteng Gagalkan Peredaran 1 Kilogram Sabu di Palu

Pada poin ke-6, surat tersebut menegaskan bahwa , sebagai kontraktor resmi PT CPM, dilarang melakukan kegiatan pengolahan atau pemurnian, termasuk mengoperasikan alat dan menyediakan personel di pabrik atau lokasi Heap Leach.

Masyarakat sekitar Poboya sebenarnya sudah lama menentang keberadaan . Tahun 2022, Lembaga Adat Poboya bahkan melaporkan perusahaan itu ke Kejati Sulteng setelah menemukan 14 kolam perendaman dengan kapasitas rata-rata 12.000 kubik per kolam. Namun, hingga kini, tidak ada tindakan hukum yang jelas.

Tak hanya itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah memperkirakan aktivitas ilegal ini telah merugikan negara hingga triliunan rupiah sejak 2018.

“Selain merugikan negara, perendaman ini diduga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida untuk memisahkan emas dari material lainnya,” pungkas Edmond.

BACA JUGA  Tiga Mahasiswa Terluka Akibat Menolak RUU Pilkada