Madika, Kediri – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri menyampaikan sikap tegas atas intimidasi dan ancaman yang dialami sejumlah jurnalis ketika meliput kasus dugaan keracunan massal di Kecamatan Mantingan, Ngawi.

Kasus ini melibatkan puluhan santri dan siswa yang diduga mengalami keracunan akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada Kamis, 4 Desember 2025.

Saat menjalankan tugas jurnalistik untuk memenuhi hak publik atas informasi, jurnalis menghadapi hambatan serius di lapangan.

Di RSUD Mantingan, mereka dihadang dan mengalami kesulitan mendapatkan akses peliputan. Hambatan itu berlangsung atas perintah direktur sehingga jurnalis harus melalui proses koordinasi yang berbelit dengan pejabat dinas kesehatan sebelum akhirnya dapat meliput.

Intimidasi lebih keras terjadi saat jurnalis meliput pengambilan sampel di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan.

BACA JUGA  Kemenag Palu Tetapkan Besaran Zakat Fitrah Tahun 2024

Jurnalis diusir secara paksa oleh seorang petugas SPPG. Petugas tersebut tidak hanya mendorong, tetapi juga melakukan tindakan teror dengan menjebol gerbang PVC, mengejar jurnalis sambil membawa batu paving untuk dilempar, serta mengancam mereka.

Kejadian ini menyebabkan kegagalan liputan. Seorang anggota AJI Kediri, Asep Saeful, turut berada di lokasi saat insiden itu terjadi.

Menanggapi peristiwa tersebut, AJI Kediri menyatakan sikap tegas. “Kami mengutuk segala bentuk intimidasi, ancaman, dan penghalangan terhadap kerja-kerja jurnalistik,” ujar Koordinator Bidang Advokasi AJI Kediri, Rekian.

Ia menegaskan bahwa tindakan petugas SPPG Bintang Mantingan merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1) yang memuat ancaman pidana hingga dua tahun atau denda Rp500 juta bagi siapa pun yang menghambat kerja wartawan.

BACA JUGA  Pria di Palu Tewas Ditusuk karena Utang Rp160 Ribu

AJI Kediri juga mendesak Polres Ngawi untuk mengusut tuntas laporan jurnalis terkait intimidasi dan ancaman kekerasan tersebut serta memberikan perlindungan hukum maksimal.

Selain itu, AJI menuntut Bupati Ngawi dan Badan Gizi Nasional (BGN) menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara program MBG yang tidak transparan dalam memberikan akses informasi kepada publik.

“Seluruh informasi kegiatan yang berkaitan dengan MBG adalah hak publik untuk mengetahuinya. Terlebih, peristiwa keracunan massal ini melibatkan 220 korban, sehingga tidak boleh ada upaya menutup-nutupi atau menyulitkan pengawasan,” tegas Ketua AJI Kediri, Agung Kridaning Jatmiko.

AJI Kediri menegaskan, kebebasan pers dan akses informasi merupakan pilar demokrasi. Menurut mereka, membungkam pers berarti menyembunyikan kebenaran dari rakyat.

BACA JUGA  Bagikan Kartu Nama Caleg, Kades di Parimo Ditetapkan Tersangka UU Pemilu