Madika, Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika () mengungkapkan, dampak dari yang terjadi semakin mengkhawatirkan.

Hal ini tidak hanya berdampak bagi tetapi juga bagi seluruh masyarakat internasional.

“Peningkatan konsentrasi di atmosfer, yang disebabkan oleh aktivitas pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik industri yang tidak berkelanjutan, telah mengakibatkan dengan tingkat kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Dwikorita dalam Rapat Nasional Prediksi 2024, seperti yang dikutip dari akun resmi pada hari Minggu (11/2/2024).

Menurut Dwikorita, global bukanlah isu yang palsu atau hoaks, melainkan kenyataan yang dihadapi oleh miliaran penduduk di seluruh dunia. Oleh karena itu, fenomena ini tidak boleh diabaikan.

BACA JUGA  Simulasi Pencoblosan Dengan Penerapan Protokol Kesehatan

Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) baru-baru ini menyatakan bahwa suhu terpanas sejak dimulainya pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global meningkat hingga 1,40 derajat Celsius di atas era pra-industri.

“Dalam Agreement Paris tahun 2015, dunia sepakat untuk membatasi kenaikan hingga maksimal 1,5 derajat Celsius. Namun, pada tahun 2023, kita hampir mencapai batas tersebut. Bahkan, terjadi rekor suhu harian global baru dan gelombang panas ekstrem yang melanda berbagai wilayah di Asia dan Eropa,” kata Dwikorita.

“Peristiwa-peristiwa iklim pada tahun 2023 bukanlah kejadian kebetulan, melainkan indikasi yang jelas dari pola perubahan iklim yang semakin nyata dan mengkhawatirkan,” tambahnya.

BACA JUGA  Festival Media 2: Gerak Nyata Jurnalis Sulteng Mitigasi Perubahan Iklim

Oleh karena itu, Dwikorita menekankan perlunya langkah bersama dari semua pihak, tidak hanya pemerintah, tetapi juga sektor swasta, akademisi, media, LSM, dan lain-lain.