Madika, Palu – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah bersama Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulteng melanjutkan mediasi penyelesaian permasalahan tanah adat Tana Nolo Baiya. Kegiatan berlangsung di ruang kerja Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sulteng di Palu, Jumat, (1/9/2023).

Mediasi kali ini menghadirkan sejumlah pihak antara lain Kepala Biro Hukum Setdaprov Sulteng Adiman, Kepala Biro Pemerintahan dan Otda Setdaprov Sulteng Dahri Saleh, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng Ridha Saleh, Pihak Kanwil BPN Sulteng, BPN Kota Palu, Camat Tawaeli dan tokoh-tokoh adat Baiya.

Mediasi yang dipimpin Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sulteng, Fahrudin D Yambas, juga dihadiri pihak BMA Sulteng melalui Sekretaris H Ardiansyah Lamasitudju didampingi Bendahara BMA Hj Sitti Norma Mardjanu.

BACA JUGA  Jangan Sembarang Publikasi Video Anak

Pertemuan diawali dengan mendengarkan penyampaian-penyampaian dari tokoh-tokoh adat Baiya. Salah satu point penting yang terungkap dari pihak masyarakat adat Baiaya menyebut Tana Nolo dengan luas sekitar 13 hektare lebih telah memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan sejak tahun 1978. Tana Nolo berlokasi di Kelurahan Baiya, Kecamatan Tawaeli, Kota Palu.

Sementara dari pihak BPN Palu menyebut sertifikat yang dimaksudkan masyarakat adat Baiya belum terdaftar di aplikasi pertanahan (Sentuh Tanahku). Merespon hal ini, Kepala Biro Hukum Adiman menyarakan pihak Kecamatan Tawaeli menggandeng pihak BPN agar melakukan pemeriksaan fisik dengan turun ke lokasi melihat langsung tanah yang menjadi objek permasalahan.

“Jadi nanti kalau memang sudah beres, kami mohon setelah disertifikatkan tanah adat tersebut. Kami dari pihak Biro Hukum siap memfasilitasi jika nanti harus ada proses pembatalan sertifikat melalui pengadilan,” ucap Adiman.

BACA JUGA  Dorong Penguatan Perekonomian, Armin Ajak Masyarakat Bentuk KUBE

Sekretaris BMA Ardiansyah menyebut mediasi tana Nolo sudah yang ke tiga kali diadakan pihaknya. Seluruh masyarakat adat menginginkan permasalahan ini bisa segera selesai.

“Dari keinginan masyarakat adat, Tana Nolo harus dikembalikan kepada masyarakat adat. Ini yang menjadi dasar kami melakukan mediasi sesuai permintaan masyarakat adat Baiya,” tutur Ardiansyah.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sulteng, Fahrudin, mengungkapkan rasa syukur mediasi bisa berlangsung aman dan tertib meski belum mencapai hasil akhir.

Ini karena masyarakat adat harus bisa membuktikan kepemilikan sertifikat asli dan dokumen pendukung lainnya. Olehnya pihaknya akan kembali menjadwalkan pertemuan untuk menuntaskan permasalahan Tana Nolo.

BACA JUGA  OMG Sulteng Peduli Seni Musik dan Siap Bergerilya Jadikan Ganjar Presiden

“Saya harapkan kita semua saling melengkapi data dan dokumen, terutama kalau sudah ada penetapan-penetapan. Kami dari pemerintah berusaha mengatur kehidupan masyarakat agar tidak ada yang dirugikan dan diuntungkan,” tandas Fahrudin.

Diketahui, adapun yang menjadi keresahan masyarakat adat Baiya yaitu adanya jual beli dari sebagian Tana Nolo yang dilakukan salah seorang warga kepada pihak pengusaha. Padahal tanah yang dijual tersebut menurut masyarakat merupakan hak ulayat adat Baiya.

Penulis : Mikel