Madika, Palu – Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu, , meminta penerapan Sanksi surat edaran Walikota tentang pembatasan jam operasional kegiatan usaha bagi pelaku usaha dengan mengacu pada peraturan Walikota (Perwali) nomor 9 tahun 2021 harus dievaluasi. Usulan itu disampaikan langsung , saat mendatangi kantor satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Kota Palu, Senin (28/06/2021).

Diakuinya, apa yang disampaikan merupakan tindak lanjut atas aspirasi masyarakat, terkhusus pelaku usaha. Sehingga dalam pelaksanaan surat edaran tersebut, tidak ada yang dirugikan.

“Kita ketahui bahwa semua yang dilakukan sangat baik, apalagi surat edaran itu bertujuan untuk mengurangi kerumunan ditengah kasus yang kian meningkat,”katanya.

Evaluasi sendiri dilakukan bukan sebagai upaya pelemahan atas kebijakan yang diambil oleh walikota. Namun dengan pertimbangan agar tidak ada masyarakat yang dirugikan, terlebih dalam kondisi Pandemi.

BACA JUGA  Penyintas Bencana Curhat ke Komisi IV DPRD Sulteng

“Kasih teguran dulu sampai tiga kali, barulah lakukan sanksi berupa denda. Jadi itu masukan saya kepada Satgas Yustisi, “ungkapnya.

Anggota komisi A DPRD Palu, berdialog bersama bersama Kabid Binmas Satpol PP Kota Palu, Max Hertog Duyoh, saat menyampaikan aspirasi pelaku usaha terkait penerapan sanksi berupa denda Rp 2 juta. Foto : Istimewa

Politisi Perindo ini juga menyampaikan, agar masyarakat terkhusus pelaku usaha agar menaati aturan yang telah di keluarkan oleh pemerintah.

“Jadi saya meminta juga kepada pemilik cafe untuk ikut patuhi aturan yang sudah berlalu sampai pandemi ini berakhir, semua demi kepentingan bersama,” lanjut Marsel sapaan akrabnya.

Sementara Kabid Binmas Satpol PP Kota Palu, Max Hertog Duyoh, yang menerima Marselinus mengaku, Satgas Yustisi hanya bekerja sesuai dengan aturan yang tertuang dalam surat edaran Walikota.

“Sekarang kami sudah tindak sebanyak tiga tempat usaha, seperti di zona Cafe, Bellrock Cafe, dan Pizza, jumlah denda setiap cafe Rp2 juta dan keseluruhan sudah Rp6 juta, itu yang dimasukkan ke khas daerah, “jelasnya.

BACA JUGA  Perempuan Asal Desa Beka Ini Nekat Jualan Sabu-sabu, 13 Paket Siap Edar Turut Diamankan

Senada, , Rizal Dg Sewang menjelaskan. Harusnya pemerintah lebih jelih dan realistis dalam membuat kebijakan.

Rizal Dg Sewang, . Foto : Redaksi

“Kebijakan yang tidak berdasarkan riset yang berbasis realitas sosial dan kebutuhan serta kepentingan masyarakat akan menjadikan kebijakan itu bias.Ini namanya mengatasi masalah tambah masalah,”ungkap Rizal.

Dirinya juga menilai, penanganan -19 harus berjalan secara sistematis dan paripurna. Artinya bukan hanya pelaku usaha dan di hari yang harus taat terhadap aturan, tetapi semua pihak tanpa terkecuali.

“Pertanyaan mendasar, apakah Satpol-PP sudah melakukan teguran lisan dan tertulis, sebelum menerapkan denda. Jangan sampai ketika hal itu belum dilakukan, mereka langsung didenda. Dan menurut saya, harusnya ada jeda waktu ketika memang pelaku usaha sudah mendapat teguran, bukan langsung menerapkan denda.”lanjut Rizal.

BACA JUGA  Buka KMHDI, Jokowi Sebut Hampir Separuh Negara Di Dunia Jadi Pasien IMF

Dirinya juga mengaku akan melihat dan mempertahankan langsung kepada para pelaku usaha terkait hal tersebut. Sebab, ia berharap tidak ada yang dirugikan atas kebijakan walikota.

Ketua DPD PKS Kota Palu ini, juga menyebutkan. Dalam Perwali 19 tahun 2020, tidak mengatur secara spesifik jam pembatasan operasional. Melainkan lebih menekankan kewajiban pelaku usaha untuk menerapkan protokol .

“Tetapi ketika jadi Perwali nomor 9 tahun 2021 yang saat ini diterapkan, kenapa jadi berubah. Harusnya selaras dengan aturan sebelumnya, dan di Perwali sebelumnya tidak mencantumkan secara spesifik batasan jam operasional. Namun hanya menegaskan kewajiban pelaku usaha dalam menerapkan protokol , sebelum penerapan sanksi administratif,”pungkasnya.(SOB)