Madika, – Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kota , dr. Royke Abraham, memimpin Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan tingkat Kota pada Selasa (10/12/2024).

Rapat ini berlangsung di Aula Kantor Camat Palu Selatan dan dihadiri oleh berbagai pihak lintas sektor yang berperan dalam penanganan , Selasa (10/12/2024).

Dalam pembukaan rapat, dr. Royke meminta seluruh peserta memperkuat kolaborasi untuk menangani secara komprehensif.

Ia menegaskan bahwa masalah stunting tidak hanya terkait , tetapi juga mencakup aspek dan ekonomi.

“Kita perlu memperkuat kemitraan lintas sektor karena tim percepatan penurunan stunting memiliki peran strategis dalam mengatasi masalah ini,” ungkapnya.

BACA JUGA  Fairus: PPP Sulteng Tolak Kenaikan Harga BBM

Dr. Royke menjelaskan bahwa penanganan stunting dimulai sejak 1.000 hari pertama kehidupan, yang mencakup periode dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Ia meminta setiap pihak aktif memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya calon pengantin, ibu hamil, dan ibu menyusui, agar kebutuhan gizi terpenuhi sesuai standar .

“Pemerintah Kota Palu melakukan berbagai upaya intervensi gizi untuk memastikan calon pengantin, ibu hamil, dan bayi terpenuhi. Langkah ini menjadi prioritas dalam mencegah stunting,” jelasnya.

Sebagai upaya konkret, Pemkot Palu telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tim ini bertugas memastikan intervensi gizi dilakukan secara efektif dan tepat sasaran, sehingga keluarga sasaran mendapatkan pendampingan yang maksimal.

BACA JUGA  Bawaslu Palu Gencar Tertibkan Pelanggaran Kampanye dan Soroti Ketidaknetralan ASN

Data menunjukkan tren stunting di Kota Palu menunjukkan penurunan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan, angka stunting turun dari 24,7 persen pada 2022 menjadi 22,1 persen pada 2023.

Selain itu, data elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) menunjukkan penurunan angka stunting dari 7,9 persen pada 2021 menjadi 6,16 persen pada 2023.

“Masalah stunting memerlukan penanganan strategis, terencana, dan terukur. Dengan sinergi yang kuat, kita dapat memaksimalkan hasil intervensi,” tutup dr. Royke.