Ngaji Ekologi di Palu, Menjaga Alam Sebagai Bagian dari Ibadah
Madika, Palu – Hunian Tetap (Huntap) Mandiri Mamboro, Palu, menjadi saksi pertemuan bermakna dalam kegiatan Ngaji Ekologi, yang membahas ajaran Islam terkait perlindungan lingkungan.
Acara ini menghadirkan warga Huntap Mandiri Kelurahan Mamboro Induk, Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, Muhammadiyah Palu, mahasiswa, jurnalis, dan pegiat lingkungan, Jumat (21/3/2025).
Sekretaris Muhammadiyah Kota Palu, Abdul Hanif, menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk perlindungan lingkungan.
Ia mengutip Surah Al-Maidah ayat 3 yang menyatakan kesempurnaan Islam serta Surah Ar-Rum ayat 41 yang menyebutkan bahwa kerusakan di darat dan laut terjadi akibat ulah manusia.
“Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga lingkungan. Jika kita menanam mangrove atau memilih bermukim jauh dari pantai, mungkin kerugian akibat bencana tidak sebesar yang terjadi pada 2018,” ujar Hanif.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu, Ibnu Mundzir, mengajak peserta melihat konsep puasa dari perspektif ekologis.
Ia menjelaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga mengajarkan pengelolaan sumber daya secara bijak.
“Rasulullah mengajarkan kita menghormati makanan, bahkan ada doa ketika memetik dan memakan buah. Islam sangat peduli terhadap lingkungan,” ungkap Ibnu.
Ia menyoroti persoalan sampah makanan yang mendominasi timbulan sampah di TPA Kota Palu. Menurutnya, mubazir makanan merupakan masalah serius yang seharusnya dapat diminimalkan dengan pemahaman ajaran Islam.
Ibnu juga menyampaikan riwayat Rasulullah yang melarang tentara Muslim menebang pohon sembarangan, mencemari air, dan menyia-nyiakan makanan. “Prinsip ini bisa menjadi pijakan dalam membangun kota yang berkelanjutan,” tambahnya.
Dalam diskusi ini, Ibnu menggagas konsep Hijrah City, yakni gerakan berbasis ajaran Islam untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik.
Basri Marzuki, jurnalis rindang.ID, menilai bahwa literasi perlindungan lingkungan dalam perspektif Islam masih kurang didakwahkan.
“Ajaran Islam tentang lingkungan jelas ada, tetapi belum banyak dibahas di ruang publik. Harus ada upaya lebih besar agar kesadaran ekologis berbasis Islam semakin meluas,” katanya.
Sementara itu, jurnalis Yardin Hasan menekankan pentingnya peran masjid sebagai pusat kajian dan informasi lingkungan.
“Masjid harus menjadi tempat umat mengkaji persoalan lingkungan dan mendorong perubahan sikap umat,” ujarnya.
Yuli Kusworo dari Yayasan Arkom Indonesia menambahkan bahwa Ngaji Ekologi menjadi refleksi bagi umat Muslim dalam memahami Islam sebagai rahmatan lil alamin.
“Sebagai Muslim, kita harus menjadi rahmat bagi bumi dan seluruh makhluk hidup. Cara kita memperlakukan lingkungan mencerminkan pemahaman kita terhadap ajaran Islam,” ungkapnya.
Kegiatan Ngaji Ekologi ini menjadi langkah awal dalam menghubungkan ajaran Islam dengan isu lingkungan yang dihadapi masyarakat, khususnya di Kota Palu. Dengan perspektif bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah, diharapkan kesadaran kolektif untuk lebih peduli terhadap alam semakin meningkat.
Diskusi ini juga menegaskan bahwa spiritualitas tidak hanya sebatas ibadah ritual, tetapi juga mencakup ajakan untuk merawat bumi.
Ibnu mengingatkan bahwa Rasulullah bersabda, menanam pohon yang manfaatnya dirasakan oleh manusia dan hewan adalah sedekah yang akan menyelamatkan di hari kiamat.
Tinggalkan Balasan