Madika, Palu – Banjir yang terjadi di sekitar perbatasan Kelurahan Buluri dan Watusampu pada Sabtu (29/06/2024) mengakibatkan jalan Palu-Donggala tertutup material berupa batu, kerikil, dan lumpur. Banjir ini terjadi akibat tingginya intensitas hujan dari pukul 18.00 hingga 20.00 Wita.

Material yang menutupi ruas jalan tersebut diduga kuat berasal dari aktivitas pertambangan .

Berdasarkan catatan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sulteng, terdapat 31 perusahaan tambang yang menggunakan jalan nasional, menyebabkan kerusakan parah pada ruas jalan Palu-Donggala.

Wandi, Walhi Sulteng, menyatakan bahwa banjir di Buluri dan Watusampu terjadi karena daya dukung dan daya tampung lingkungan yang telah berkurang.

“Hampir sebagian besar pegunungan sudah dibongkar untuk pengerukan pasir dan batuan untuk di Kalimantan Timur,” ungkap Wandi pada Minggu (30/06/2024).

BACA JUGA  Tambang Galian C Rusak Kelurahan Buluri dan Watusampu, Sumber Air Terancam Hilang

Wandi mendesak Gubernur Sulteng dan Wali Kota Palu untuk serius menangani aktivitas pertambangan di sepanjang Palu-Donggala.

“Ini seperti ada pembiaran, padahal keuntungan penjualan material sudah mencapai triliunan rupiah dan itu menjadi kebanggaan pemerintah. Apalagi Kota Palu telah meraih piala Adipura terkait pengelolaan lingkungan,” lanjut Wandi.

Selain banjir yang terjadi setiap musim hujan, debu juga menyebabkan 2.422 orang mengalami penyakit gangguan saluran pernapasan akut (ISPA).

Rinciannya, 140 orang anak usia 0-5 tahun, 587 orang usia 5-9 tahun, 1.365 orang dewasa, dan 68 orang lansia.

Tauhid, aktivis JATAM Sulteng, menjelaskan bahwa kegiatan pertambangan bersifat ekstraktif dan mengubah bentangan alam, dengan salah satu risikonya adalah alam seperti banjir dan longsor.

BACA JUGA  Tungku Smelter di Kawasan PT IMIP Kembali Meledak, Dua pekerja Terluka

“Bayangkan saja di Sulteng pada musim hujan bulan Juni-Juli 2024 ini terjadi banjir di mana-mana dan kita sangat terhadap . Perlu ada audit lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap aktivitas pertambangan dan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan kegiatan ilegal dan harus ditutup. Ini bagian dari cara untuk memitigasi dampak dari ekologis,” tegas Tauhid.

Jika pemerintah tidak serius mengurus aktivitas galian C di Pesisir Palu-Donggala, ini akan menjadi bom waktu bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tambang.

“Bukan hari ini atau besok, tapi di masa yang akan datang akan ada bencana ekologis atau tragedi kemanusiaan lainnya yang akan terjadi,” tambah Tauhid.

BACA JUGA  3.729 Warga Binaan Pemasyarakatan di Sulteng Salurkan Hak Pilihnya

Berdasarkan MoU antara Gubernur Sulawesi Tengah dan Gubernur Kalimantan Timur, ada 30 juta ton material yang dipasok untuk .

Data Walhi Sulteng menunjukkan peningkatan izin tambang galian C dari tahun 2020 yang hanya 16 izin menjadi rata-rata 41,25 izin per tahun. Hingga kini, pada 2024, izin di lanskap Gawalise Palu-Donggala mencapai 69 izin dengan total luas 1.764,41 hektare.