, – Tak ayal, ganti untung harusnya menguntungkan. Namun hal itu tidak berlaku bagi warga di sekitar area danau Poso yang terdampak luapan air danau akibat beroperasinya bendung Poso milik PT Poso Energy.

Keterpurukan perekonomian justru kental tampak dirasakan oleh warga terdampak, seperti dialami Margaretha (53) asal Desa Meko, Kecamatan Pamona , .

Sang suami yang tak lagi kuat bekerja, membuat ibu tiga anak ini justru harus bekerja lebih ekstra demi menghidupi keluarganya pasca lahan pertanian miliknya tak lagi bisa digarap akibat terendam air danau poso. Menjadi pemecah batu, pekerjaan dengan tenaga ekstra itu harus dilakoni demi memperoleh rupiah dengan waktu tak tentu.

BACA JUGA  Catatan Hitam Kekerasan Terhadap Wartawan di Sulteng Tahun 2023

“Lama biasa tiga bulan, bisa sampai setengah tahun atau nanti ada proyek baru laku batu pecahnya seharga Rp250 ribu perkubik.”tuturnya.

Kondisi ini diakuinya tak pernah dirasakan ketika masih menggarap sawah dengan luasan 2 hektar. Dirinya tak perlu harus mengeluarkan tenaga serta waktu ekstra demi mendapatkan pudi rupiah. Semuanya memiliki alur yang jelas, mulai dari waktu dan hasil panen.

Meratapi upaya paksa tunduk oleh perusahan, dianggap Margaretha bukan hal yang harus dikenang. Meski harus tertatih bertahan hidup, dirinya tetap optimis akan sebuah harapan kehidupan.

Ganti untung yang diharapkan justru membuat rugi. Perusahaan justru hanya memberi kompensasi atas dampak yang ditimbulkan, jauh dari kata layak. Dari tawaran 40 kilogram per are, PT Poso Energy hanya menyanggupi 15 Kilogram per are. Bahkan prosesnya harus melalui tarik ulur, yang akhirnya membuat warga terpaksa menerima karena desakan ekonomi.

BACA JUGA  Gubernur Sulteng Optimis, Komoditas Pertanian Tembus Pasar Ekspor

“Cuman habis bayar hutang, karena modal bertani yang tidak sempat dipanen,”lanjutnya.

Kondisi pilu kian dirasakan, ketika anak keduanya terpaksa harus menghentikan pelayaran di Jakarta. Tak lain karena kondisi perekonomian keluarganya yang tak lagi menentu. Bahkan kini sang anak terpaksa harus bersama ibunya memenuhi kebutuhan hidup serta biaya adik bungsunya di SMA.”Sekarang bantu-bantu saya, jadi buruh harian,”tandasanya.

Mereka tak alergi pada sumber daya, namun merenggut penghidupan orang bukan hal yang patut untuk dibenarkan. Ganti untung jangka panjang telah digagas, usulan untuk memperoleh ganti untung satu kali pembayaran dalam kurun waktu 10 tahun akan disampaikan. Harapan hidup masih ada jika hal itu direalisasikan.(Sob)

BACA JUGA  Alumni PKA Harus Mampu Aplikasikan Kompetensi